Senin, 26 Juli 2010

KRITERIA KEBENARAN

A. Pendahuluan

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menentukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi setiap orang adalah tidak sama maka oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut dengan kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tia-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-masing. Karena itu, kegiatan berfikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang benar atau kriteria kebenaran.

Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu. Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistimologi. Telaah epistimologi terhadap kebenaran membawa orang kepada sesuatu kesimpulan bahwa perlu dibedakan adanya tiga jenis kebenaran, yaitu kebenaran epistimologi, kebenaran ontologis, dan kebenaran semantis. Kebenaran epistimologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran dalam arti ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakekat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Kebenaran dalam arti simantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa.

Kiranya cukup terang dan jelas mengenai makna apa yang didukung oleh perkataan kebenaran tampaknya dapat dijawab dengan mudah. Tetapi kesulitan-kesulitan akan timbul bagaimana cara untuk mengetahui bila proposisi atau pernyataan itu benar dengan perkataan lain, ukuran apakah yang dapat diterapkan pada proposisi-proposisi untuk menentukan kebenarannya atau kenyataannya.

Dengan demikian, dalam makalah ini sebagai batasan masalah penulis akan membahas kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia, yang meliputi pengertian kebenaran, kriteria kebenaran yang didasarkan kepada teori-teori kebenaran dan sifat dari kebenaran ilmiah.


B. Pengertian Kebenaran

Kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Kata “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit maupun abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proposisi atau makna yang dikandung dalam suatu pernyataan (statement) yang benar. Apabila subjek menyatakan kebenaran artinya bahwa yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan dan nilai itu sendiri.

Persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan, dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Artinya kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara satu kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih dari luar kepercayaan. Bila hubungan ini tidak ada, maka kepercayaan itu adalah salah. Dengan demikian kepercayaan tetap benar jika fakta yang merupakan pertaliannya dengan dunia luar atau merupakan tanda kejadiannya dan jika tidak ada fakta seperti itu maka hal itu tetap salah.

C. Kriteria Kebenaran

Untuk menentukan sebuah pernyataan dapat dikatakan benar, ada beberapa teori yang mengungkapkan kriteria kebenaran, yaitu teori koherensi atau konsistensi, teori korespondensi, dan teori pragmatis.

1. Teori Koherensi

Teori koherensi ini dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibniz, Hegel dan Bradley . Menurut teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Secara singkat paham ini mengatakan bahwa suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Artinya suatu proposisi itu atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai benar.

Sebagai suatu contoh bila kita menganggap bahwa ‘semua manusia pasti akan mati’ adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa ‘ si Polan adalah seorang manusia dan si Polan pasti akan mati’ adalah benar, sebab pernyataan kedua adalah konssisten dengan pernyataan pertama.

Diantara bentuk pengetahuan yang penyusunannya dan pembuktiannya didasarkan pada teori koherensi adalah ilmu matematika dan turunannya. Matematika disusun pada beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar, yakni aksioma. Dengan mempergunakan beberapa aksioma maka disusun suatu teorema. Diatas teorema dikembangkan kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan system konsisten. Contoh, 3 + 3 = 6 adalah benar karena sesuai dengan kebenaran yang sudah disepakati bersama terutama oleh komunitas matematika.

Mengenai teori ini dapatlah disimpulkan sebagai berikut : Pertama : Kebenaran menurut teori ini adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan lainnya yang sesudah lebih dahulu kita ketahui, terima dan akui sebagai benar. Kedua: teori ini aganya dapat dinamakan teori penyaksian (justifikasi) tentang kebenaran, karena menurut teori ini satu putusan dianggap benar apabila ada penyaksian-penyaksian (justifikasi, pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, dan diakui benarnya.

2. Teori Korespondensi

Eksponen utamanya adalah Bertrand Rusell (1872-1970). Menurut teori ini, suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya, atau apa yang merupakan fakta-faktanya. Dengan kata yang lain adalah suatu pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai kesesuaian dengan kenyataan yang diketahuinya.

Kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas objektif. Yaitu, suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi. Kebenaran ialah kesesuaian (agreement) antara pernyataan (statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (judgement) dengan situasi seputar (environmental situation) yang diberi interpretasi.
Misalnya jika seseorang mengatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual yakni Jakarta yang memang menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Sekiranya orang lain yang menyatakan bahwa “Ibu Kota Republik Indonesia adalah Bandung” maka pernyataan itu adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang dengan pernyataan tersebut. Dalam hal ini maka faktual “Ibu Kota Republlik Indonesia adalah bukan Bandung melainkan Jakarta”.

Dari contoh di atas kita mengenal dua hal, yaitu pertama, pernyataan dan kedua, kenyataan. Dengan demikian ukuran kebenaran menurut teori ini adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.

3. Teori Pragmatis

Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis.

Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Jadi menurut teori ini bahwa suatu proposisi bernilai benar bila proposisi itu mempunyai konseuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inhern dalam pernyataan itu tadi.

Teori, hipotesa atau ide adalah benar apabila ia membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis. Kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya, dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi bagi penganut pragmatis, batu ujian kebenaran ialah kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workability), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequenced).
Yang dimaksud dengan hasil yang memuaskan antara lain :
a. Sesuatu itu benar apabila memuaskan keinginan dan tujuan manusia
b. Sesuatu itu benar apabila dapat diuji benar dengan eksperimen,
c. Sesuatu itu benar apabila ia mendorong atau membantu dalam perjuangan hidup biologis untuk tetap ada.

Sebagai contoh sekiranya ada orang yang menyatakan sebuah teori X dalam pendidikan, dan dengan teori X tersebut dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X tersebut dianggap benar, sebab teori X ini fungsional dan mempunyai kegunaan.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.

C. Sifat Kebenaran Ilmiah

Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah. Artinya suatu kebenaran tidak mungkin tanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya. Prosedur baku yang harus dilalui itu adalah tahap-tahap untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang pada hakekatnya berupa teori, melalui metodologi ilmiah yang telah baku sesuai dengan sifat dasar ilmu. Maksudnya adalah bahwa setiap ilmu secara tegas menetapkan jenis objek secara ketat apakah objek itu berupa hal konkret atau abstrak.

Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya ialah bahwa kebenaran dari suatu teori atau lebih tinggi lagi aksioma atau paradigma harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan objektivannya. Kenyataan yang dimaksud adalah kenyataan yang berupa suatu yang dapat dipakai acuan kenyataan yang pada mulanya merupakan objek dalam pembentukan pengetahuan ilmiah itu.

Kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil persetujuan atau konvensi dari para ilmuwan pada bidangnya. Pernyataan tersebut karena kebenaran ilmu harus selalu merupakan kebenaran yang disepakati dalam konvensi, maka keuniversalan sifat ilmu masih dibatasi oleh penemuan-penemuan baru atau penemuan lain yang hasilnya menolak penemuan terdahulu atau bertentangan sama sekali. Jika terdapat hal semacam itu maka diperlukan suatu penelitian ulang yang mendalam. Dan, jika hasilnya memang berbeda maka kebenaran yang lama harus diganti oleh penemuan baru atau kedua-duanya berjalan bersama dengan kekuatan atau kebenarannya masing-masing.

D. Kesimpulan

Kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman, dalam pengertian laink ebenaran adalah persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.
Sebuah pernyataan dapat dikatakan benar, apabila memenuhi beberapa kriteria, seperti yang diungkapkan oleh beberapa teori kebenaran diantaranya :
  1. Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Hal ini didasarkan kepada teori koherensi atau konsistensi, yang menyatakan suatu proposisi itu atau makna pernyataan dari suatu pengetahuan bernilai benar bila proposisi itu mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang terdahulu yang bernilai benar
  2. Suatu pernyataan dianggap benar apabila ada kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Kriteria ini didasarkan kepada teori korespondensi yang menyatakan bahwa kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya, atau apa yang merupakan fakta-faktanya.
  3. Suatu pernyataan dianggap benar diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis manusia. Kriteria ini didasarkan kepada teori pragmatism yang menyatakan bahwa suatu proposisi bernilai benar bila proposisi itu mempunyai konseuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inhern dalam pernyataan itu tadi.
  4. Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya ialah bahwa kebenaran dari suatu teori atau lebih tinggi lagi aksioma atau paradigma harus didukung oleh fakta-fakta berupa kenyataan yang dapat dipakai acuan dalam pembentukan pengetahuan ilmiah itu.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta : RajaGrapindo Persada), 2010
Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX, (Jakarta : Gramedia), 1983
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), 1989
Kattsof, Louis O, Elements of Philosopphy, Terj. Soejono Soemargono, Pengantara Filsafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya), 2004
Poedjawijatna, I.R., Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara), 1987
Suriasumantri, Jujun S., Ilmu dalam Prespektif, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia), 2009
Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta : Liberty Yogyakarta), 2003
Wathloly, Al-Holiab, Tanggung Jawab Pengetahuan, (Yogyakarta : Kanisius), 2001

2 komentar: